Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

Sabtu, 28 Januari 2012

Dampak ekonomi kejadian brucellosis pada sapi perah di Indonesia

Dampak ekonomi kejadian brucellosis pada sapi perah di Indonesia
Saturday, 03 January 2009 12:33 Last Updated on Tuesday, 20 January 2009 15:39 Written by Wawan Nazaruddin. SKH
Oleh
Wawan Nazaruddin. SKH


PENDAHULUAN

Populasi sapi perah di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, hal ini dipicu oleh kebijakan Uni Eropa dan beberapa negara penghasil susu yang mengurangi subsidi bagi usaha peternakan sapi perah, sehingga tidak ada insentif bagi peternak negara asing untuk mengembangkan usahanya. Kondisi ini menguntungkan bagi peternak sapi perah Indonesia karena akan terjadi peluang untuk meningkatkan posisi tawar kepada buyer susu dan industri pengolahan susu. Selain susu segar yang diperoleh peternak sapi perah, daging juga diperoleh dari penggemukan sapi perah jantan serta kotoran untuk pupuk kandang dan biogas. Hal inilah yang mendorong peternak sapi perah untuk tetap mempertahankan usahanya dalam bidang peternakan sapi perah.

Penyakit brucellosis merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada sapi perah dan merupakan penyakit yang penting karena dapat menimbulkan abortus dan tidak hanya itu penyakit brucellosis ini juga merupakan penyakit zoonosis yang dapat menular kemanusia dan menebabkan penyakit undulant. Kejadian brucellosis cenderung semakin meningkat baik dari segi jumlah (tingkat prevalensi / insidens reaktor) maupun dalam penyebarannya (distribusi). Hal ini tentu sangat mengancam pertumbuhan peternakan (sapi dan kerbau).
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui penyebab dan kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit brucellosis.

TINJAUAN PUSTAKA

Kejadian penyakit brucellosis
Penyakit brucellosis merupakan penyakit ternak yang menjadi problem nasional baik untuk kesehatan masyarakat maupun persoalan ekonomi peternak. Di Indonesia kecenderungan meningkatnya populasi dan lebih seringnya mutasi sapi perah menjadi penyebab utama meningkatnya kasus brucellosis. Oleh sebab itu di Indonesia penyakit brucellosis dimasukkan dalam daftar penyakit menular yang harus dicegah dan diberantas sejak tahun 1959.
Di Indonesia, penyakit brucellosis dikenal pertama kali pada tahun 1935, ditemukan pada sapi perah di Grati, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur dan kuman Brucella Abortus berhasil diisolasi pada tahun 1938. Penyakit brucellosis sudah bersifat endemis di Indonesia dan kadang-kadang muncul sebagai epidemi pada banyak peternakan sapi perah di Jakarta, Bandung, Jawa Tengah dan Jawa Timur (Putra, 2003)

Etiologi
Penyakit brucellosis, bangs disease atau penyakit abortus pada sapi disebabkan oleh Brucella Abortus (Gibbons, 1963). Secara morfologi, kuman Brucella. Spesies brucellosis yang lain diantaranya adalah Brucella suis dan Brucella meletensis juga dapat menyerang sapi, namun organisme tersebut biasanya hanya terbatas didalam system retikuloendotelial, serta tidak mengakibatkan gambaran penyakit yang jelas.

Klasifikasi
Kingdom :Bacteria
Filum :Proteobacteria
Class :Alphaproteobacteria
Ordo :Rhizobiales
Famili :Brucellaceae
Genus :Brucella
spesies :Brucella Abortus

Brucella Abortus bersifat Gram negatif, tidak berspora, berbentuk kokobasilus (short rods) dengan panjang 0,6 - 1,5 μm, tidak berkapsul, tidak berflagella sehingga tidak bergerak (non motil). Dalam media biakan, koloni kuman brucella berbentuk seperti setetes madu bulat, halus, permukaannya cembung dan licin, mengkilap serta tembus cahaya dengan diameter 1 - 2 mm. Pada pengecatan Gram, kuman terlihat sendiri-sendiri, berpasangan atau membentuk rantai pendek.
Secara biokimia, kuman Brucella dapat mereduksi nitrat, menghidrolisis urea, dan tidak membentuk sitrat tetapi membentuk H2S. Pertumbuhan bakteri memerlukan temperatur 20 - 40°C dengan penambahan karbondioksida (C02) 5 - 10% (Noor, 2006).
Kuman brucella bersifat fakultatif intraseluler yaitu kuman mampu hidup dan berkembang biak dalam set fagosit, memiliki 5-guanosin monofosfat yang berfungsi menghambat efek bakterisidal dalam neutrofil, sehingga kuman mampu hidup dan berkembang biak di dalam set neutrofil. Strain B. abortus yang halus (smooth) pada LPS-nya mengandung komponen rantai 0-perosamin, merupakan antigen paling dominan yang dapat terdeteksi pada hewan maupun manusia yang terinfeksi brucellosis . Uji serologis standar brucellosis adalah spesifik untuk mendeteksi rantai 0-perosamin tersebut.

Sensitifitas Bakteri
Bakteri brucella di luar tubuh induk semang dapat bertahan hidup pada berbagai kondisi lingkungan dalam waktu tertentu. Kemampuan daya tahan hidup bakteri brucella pada tanah kering adalah selama 4 hari di luar suhu kamar, pada tanah yang lembab dapat bertahan hidup selama 66 hari dan pada tanah yang becek bertahan hidup selama 151 - 185 hari. Menurut SUDIBYO (1995), kuman brucella dapat bertahan hidup selama 2 hari dalam kotoran atau limbah kandang bagian bawah dengan suhu yang relative tinggi. Pada air minum ternak, kuman dapat bertahan selama 5 - 114 hari dan pada air limbah selama 30 - 150 hari (Noor, 2006).

Cara penularan
Cara penularan penyakit brucellosis yang paling banyak adalah melalui air susu atau pakan yang tercemar oleh selaput janin atau cairan yang keluar dari rahim yang terinfeksi. Penularan bakteri brucellosis ini melalui jilatan dari sapi sapi tersebut, kemudian bakteri brucellosis dapat memasuki tubuh melalui selaput lender konjungtiva atau melalui gesekan kulit yang sehat. Untuk terjadinya infeksi melalui konjungtiva diperlukan kurang lebih 1,5 juta bakteri brucella.
Penularan dari pejantan yang terinfeksi brucellosis kepada induk betina dapat terjadi melalui kawin alami atau juga dapat melalui proses inseminasi buatan dilakukan lewat intra uterin dengan sperma yang mengandung brucellosis. Penularan penyakit brucellosis juga dapat terjadi melalui air susu induk yang diminum oleh pedet sapi, namun terjadinya infeksi melalui air susu tersebut sangat kecil sekali.
Penularan kepada manusia dapat terjadi melalui saluran pencernaan, misalnya minum air susu yang tidak dimasak yang berasal dari ternak penderita brucellosis. Penularan melalui selaput lendir atau kulit yang luka, misalnya kontak langsung dengan janin atau plasenta (ari-ari/bali) dari sapi penderita brucellosis dapat juga menyebabkan penularan brucellosis pada manusia.

Patogenesis
Permulaan infeksi brucellosis terjadi pada kelenjar limfe supramamaria. Pada uterus, lesi pertama terlihat pada jaringan ikat antara kelenjar uterus mengarah terjadinya endometritis ulseratif, kotiledon kemudian terinfeksi disertai terbentuknya eksudat pada lapisan allantokhorion. Brucella banyak terdapat pada vili khorion, karena terjadi penghancuran jaringan, seluruh vili akan rusak menyebabkan kematian fetus dan abortus. Jadi kematian fetus adalah gangguan fungsi plasenta disamping adanya endotoksin. Fetus biasanya tetap tinggal di uterus selama 24-72 jam setelah kematian. Selaput fetus menderita oedematous dengan lesi dan nekrosa. (Hardjopranjoto, 1995).
Pada hewan jantan, infeksi akan diikuti oleh orkhitis yang kronis dan perlekatan antara tunika vaginalis testis, sel mani abnormal dan fibriosis yang kronis dari jaringan interstitial. Terjadi pengumpulan makrofag dan limfosit pada jaringan testis. Ampula dan vas deferent, terjadi nekrosa jaringan ikatnya. (Hardjopranjoto, 1995).

Gejala klinis
Gejala klinis dari penyakit brucellosis ini adalah abortus atau dimasyarakat dan peternak dikenal dengan nama keluron. Keguguran biasanya terjadi pada umur kebuntingan 6 sampai 9 bulan kebuntingan, selaput fetus yang yang diaborsikan terlihat oedema, hemoragi, nekrotik dan adanya eksudat kental serta adanya retensi plasenta, metritis dan keluar kotoran dari vagina (Anonim, 2008). Penyakit brucellosis ini juga menyebabkan perubahan didalam ambing. Lebih dari separo dari sapi-sapi yang titer aglutinasinya tinggi menunjukkan presentasi yang tinggi didalam ambingnya.
Selain itu juga penyakit brucellosis ini menimbulkan lesi higromata terutama pada daerah sekitar lutut. Lesi ini terbentuk sebagai regangan sederhana atas bungkus sinovia pada persendian, yang berisi cairan yang jernih atau jonjot fibrin maupun nanah. Kemungkinan terjadinya higroma akibat adanya suatu trauma kemudian kuman kuman brucella yang berada didalam darah membentuk koloni didaerah persendian tersebut (Hardjopranjoto, 1995).
Pada pejantan penyakit brucellosis dapat menyerang pada testis dan mengakibatkan orkhitis dan epididimitis serta gangguan pada kelenjar vesikula seminalis dan ampula. Brucellosis juga menyebabkan abses serta nekrosis pada buah pelir dan kelenjar kelamin tambahan. Sehingga semen yang diambil dari pejantan mungkin mengandung bakteri brucella abortus.

Penanggulangan dan pencegahan brucellosis
Pencegahan brucellosis pada sapi didasarkan pada tindakan higiene dan sanitasi, vaksin anak sapi dengan Strain 19 dan pengujian serta penyingkiran sapi reaktor. Tindakan higienik sangat penting dalam program pencegahan brucellosis pada suatu kelompok ternak. Sapi yang tertular sebaiknya dijual atau dipisahkan dari kelompoknya, kemudian fetus dan placenta yang digugurkan harus dikubur atau dibakar dan tempat yang terkontaminasi harus didesinfeksi dengan 4% larutan kresol atau desinfektan sejenis.
Program vaksinasi dilakukan pada anak sapi umur 3-7 bulan dengan vaksin Brucella Strain 19. Tapi penggunaan Strain 19 harus hati-hati karena dapat menyebabkan brucellosis atau demam undulan pada manusia (Anonim, 2008).
Metode pengendalian lainnya ialah vaksinasi dengan 45/20 terhadap semua ternak, uji serologik secara teratur dengan SAT atau BRT dan CFT, monitoring dengan MRT dan isolasi atau penyingkiran reaktor (Anonim, 2008). Pada umumnya di Indonesia prinsip pengendalian brucellosis adalah metode test and slaughter (uji dan potong) merupakan cara terakhir dalam program pemberantasan.

Kerugian yang ditimbulkan dari penyakit brucellosis
Penyakit brucellosis dapat menyebabkan kerugian secara ekonomi pada peternak sapi perah dan merupakan penyakit ekonomi pada peternakan yang merisaukan bagi peternak. Hal ini disebabkan karena penyakit brucellosis dapat menulari semua betina yang telah dewasa kelamin dan menyebabkan abortus sampai mencapai 90% dari seluruh sapi betina dewasa tersebut. Sapi betina yang telah terinfeksi brucellosis dapat mengalami abortus 1-2 kali, kemudian akan terjadi kebuntingan normal kembali, namun kebanyakan sapi sapi perah yang terinfeksi tersebut sukar untuk bunting kembali dan mengalami kemajiran yang total, terutama pada sapi yang mengalami retensi sekundinae. Dan dalam beberapa tahun kemudian, gejala abortus menjadi umum dikawasan ternak tersebut disertai dengan angka konsepsi yang rendah, sapi-sapi dikawinkan berulang kali tidak terjadi kebuntingan. Hal ini menyebabkan biaya produksi perusahaan peternakan menjadi tinggi. (Hardjopranjoto, 1995).

KESIMPULAN

Penyakit yang menyebabkan keguguran pada sapi perah disebabkan oleh bakteri brucellosis. Penyakit brucellosis ini menyebabkan keguguran pada trimester terakhir masa kebuntingan.
Penyakit brucellosis menimbulkan kerugian secara ekonomi pada peternak karena selain menyebabkan abortus pada induk yang sedang bunting, penyakit ini juga dapat menyebabkan sapi yang terinfeksi mengalami kemajiran total. Selain itu juga sapi yang terinfeksi brucellosis, produksi susu turun akan turun drastis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar